-->

MENIKMATI MANISNYA KOPI DI DATARAN TINGGI GAYO

"...jika kita perhatikan dengan mata hati yang paling tajam, peran pemerintah masih terlihat setengah hati dalam rangka menjaga "perut rakyatnya" di berbagai daerah. Malahan yang terjadi saat ini, sebagian para pejabat hanya memikirkan perut mereka sendiri ketimbang perut orang-orang yang telah mengangkatnya ke kursi perjabatan tinggi yang mewakili rakyat..."

BANYAK ORANG ACEH yang sering sekali menikmati keindahan atau keunikan tempat-tempat wisata pasca gencatan senjata antara GAM dan TNI (1989-2004) dan Bencana Gempa dan Tsunami (2004) melanda di tanah rencong ini. Setelah peristiwa itu, Aceh mengalami banyak kehilangan nyawa akibat perang dan bencana tsumani. Dalam sejarah, sejak terjadinya perang dengan bangsa Portugis, Belanda, Jepang dan Indonesia (Jakarta) Aceh telah banyak kehilangan rakyatnya yang terbunuh dalam peperangan. Namun, sifat heroik perlawanan Aceh terhadap penjajah terus berlanjut. Namun, setelah terjadinya sebuah perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka dan Indonesia di kota Helsinki, Finlandia, Aceh telah merasa tenang. Aceh saat ini sedang berjuang untuk mampu bersaing dengan negeri-negeri lain di Indonesia. Jujur saja, Aceh sekarang ini telah memiliki kapasitas pengangguran yang sangat besar jumlahnya. Hak-hak dari hasil bumi Aceh semasa pemerintahan Suaharto (Presiden Indonesia ke 2) banyak terjadi penyimpangan, sehingga pembagian hasil dari kekayaan Aceh serasa tak adil. Lalu ditambah lagi dengan panjangnya era konflik antara GAM dan TNI membuat rakyat trauma sepanjang tahun, dan sehingga angka kemiskinan dan pengangguran meningkat tajam. Dan kini, pasca Perjanjian Damai Helsinki, Aceh ingin kembali bangkit dengan berbagai problema yang harus dilalui bersama.

PASCA KONFLIK MENIKMATI KOPI GAYO
Dalam keindahan dari sebuah "Perdamaian Aceh dan Indonesia" selama sepuluh tahun terakhir ini, kita dapat merasakan berbagai kemudahan dan kenyamanan di berbagai segi, yakni salah satunya di segi ekonomi yang mulai tumbuh perlahan bagi rakyat Aceh yang berada di dataran pegunungan Gayo (Takengon), dimana mereka telah berkembang dengan hasil kebun mereka berupa kopi, kakao, alpukat, lada, sayur-sayuran dan berbagai jenis tanaman dan hasil kebun lainnya dengan baik dan meningkat. Namun ada sedikit kesalahan besar terjadi di sana, yakni calo-calo yang membeli kopi dan mengekpornya keluar daerah dengan harga yang cukup relatif mahal, tetapi mereka (calo) membelinya dari petani kopi dengan harga yang relatif cukup murah. Nah, itu adalah alasan mengapa petani-petani kopi di Gayo masih banyak yang hidup miskin. Seharusnya mereka yang berasal dari petani-petani kopi itu taraf hidupnya berada di taraf kehidupan yang baik. Dan kita hanya dapat mendoakan semoga pemerintah dapat mengatasi perihal-perihal yang tidak baik menjadi lebih baik. Karena jika kita perhatikan dengan mata hati yang paling tajam, peran pemerintah masih terlihat setengah hati dalam rangka menjaga "perut rakyatnya" di berbagai daerah. Malahan yang terjadi saat ini, sebagian para pejabat hanya memikirkan perut mereka sendiri ketimbang perut orang-orang yang telah mengangkatnya ke kursi perjabatan tinggi yang mewakili rakyat.




Kawan, sebenarnya bukan itu yang ingin kuceritakan tentang negeriku ini. Jika aku menceritakan lebih banyak lagi tentang Aceh pada dewasa sekarang ini, pasti saja akan kutuliskan dengan kata-kata yang mengakitkan hati kita semua dan orang-orang akan berpikiran buruk; sesuatu seperti akan membuka lembaran konflik yang baru antara rakyat dan pemerintah setempat. Tapi, sudahlah, kita nikmati saja suasana damai ini dengan hati dan pikiran yang segar, sehingga kita sebagai rakyatnya akan terus hidup dalan keindahan dan kenyamanan sampai anak cucu selamanya.
Adakalanya keindahan itu dinikmati dengan keindahan pula. Contohnya begini, kemarin aku dan sekeluarga bertolak ke Takengon, dataran tinggi Gayo, dalam rangka menjenguk abang iparku (Bang Te) yang sedang sakit, dan kondisinya pun mulai membaik. Kamu ucapkan: Semoga cepat sembuh buat Bang Te, semoga sehat kembali seperti sedia kala.
Sebelumnya, di perjalanan menuju Takengon dari Kota Lhokseumawe, aku sudah membayangkan kesejukan daerah tinggi Gayo. Kami pasti akan melewati jalan yang berkelak-kelok dan kebun-kebun kopi yang asri. Gayo memang negeri penghasil kopi terbaik di Asia. Kita sangat bersyukur bahwa Aceh memiliki kebun kopinya yang luas dan terkenal sampai keluar negeri.
Dari perjalanan kami selama sehari berada di Takengon, sempat kami mengabadikan beberapa foto perjalanan. Berikut foto-foto kami di sana; kemarin pada hari Minggu, 13 Mei 2018.











Kawan, hanya itu saja yang dapat saya bagikan kepada semua pembaca. Dan semoga kita selalu dapat saling berbagi  informasi apapun yang bermanfaat tentunya. Salam sukses!

Lhokseumawe, 14 Mei 2018.
By Aroelika Munar






LihatTutupKomentar